Perbedaan Wajib dan Fardhu
Jika kamu pernah belajar hukum-hukum dalam fikih Islam, pastinya kamu tidak asing lagi mendengar istilah wajib dan fardhu, apalagi bila kamu sering ikut dan mendengarkan ceramah-ceramah kajian fikih, yang sesekali mendengar suatu perkara ini hukumnya wajib dan di lain waktu juga pernah mendengar istilah fardhu. Seperti shalat lima waktu, ada yang mengatakannya itu shalat wajib ada pula yang mengatakan itu shalat fardhu. Berangkat dari hal ini, mungkin terbesit dalam hatimu, apa sih bedanya antara yang wajib dengan yang fardhu? Padahal kan maksudnya sama, yakni sama-sama harus dikerjakan. Tapi tunggu dulu, tahukah kamu bahwa sesungguhnya antara fardhu dan wajib itu ada perbedaannya lho... Buat kamu yang kepo, atau malu ketika ditanya perbedaannya tidak bisa jawab, tentunya penasaran dengan penggunaan dua istilah tersebut, ya kan..? oke, biar gak jadi beban pikiran, alangkah baiknya jika pembahasan ini dibawa ke ranah diskusi sebagai berikut:
Pada umumnya, para ulama’ yang ahli di bidang ilmu ushul fikih memberikan salah satu pengertian bahwa wajib adalah :
ما طلب الشارع فعله طلبا جازما
“Sesuatu yang dituntut Syari’ (Pembuat Syari’at) untuk dikerjakan (oleh seorang mukallaf) dengan tuntutan yang bersifat keharusan.” (Ahmad bin Umar Al-Hazimi, Syarh Qawa'id al-Ushul wa Ma'aqid al-Fushul, 3/7).
Sedangkan dalam pengertian fardhu, jumhur ulama’ tidak membedakan antara wajib dengan fardhu, karena keduanya adalah dua penamaan untuk satu makna, yakni perbuatan yang dituntut untuk harus dikerjakan. Berbeda dengan pendapat para ulama’ kalangan madzhab Hanafi yang membedakan antara wajib dan fardhu. (Ibnu Qudamah, Raudhah an-Nadhir wa Jannah al-Manadhir, 1/620).
Adanya perbedaan tersebut karena ulama’ madzhab Hanafi mempunyai pendapat yang berbeda dengan jumhur mengenai pengertian wajib dan fardhu. Mereka berpendapat bahwa, wajib adalah suatu hal yang kewajibannya ditetapkan dengan dalil yang diijtihadkan, seperti shalat witir dan udhiyah (menurut mereka). Sedangkan yang fardhu adalah suatu hal yang kewajibannya ditetapkan dengan dalil yang dianggap qath’i, seperti shalat lima waktu, zakat yang difardhu-kan dan semisalnya. (Abu Ishaq Asy-Syairazi, al-Lam’u fi Ushul al-Fiqh, 1/23).
Lalu bagaimanakah menyikapi perbedaan tersebut? Apakah hal ini merupakan wacana hukum fikih Islam yang urgen untuk dibedakan ketika disampaikan kepada publik? Maka sebelum serius pada point penting pembahasan ini. Alangkah lebih bijaknya bila kita merujuk pada komentar para ulama’ ushul agar tidak dianggap tergesa-gesa dalam menyimpulkan pendapat.
Menurut Imam At-Thufi dalam sebuah riwayat yang dinukil oleh Ibnu Qudamah mengatakan, “ Sesungguhnya perdebatan dalam masalah tersebut hanya secara lafal saja, dengan tetap sepakat pada suatu makna. Karena tidak ada perdebatan di antara ulama’ kami dan ulama’ lain mengenai pembagian yang diwajibkan oleh syari’at kepada kita. Adapun ketika kami menetapkannya termasuk dalam hukum taklif baik yang qath’i maupun zhanni, lalu kami sepakat bahwa penamaan zhanni adalah wajib, maka masih menyisihkan pada hal yang qath’i, sehingga kami menamakannya wajib dan fardhu dengan cara pendekatan makna (sinonim) sedangkan mereka (ulama’ yang lain) mengkhususkan dengan penamaan fardhu. Padahal yang demikian itu tidaklah memberikan ke-madharatan (dirugikan) bagi kami dan mereka. Sehingga mereka (dianggap) memberikan nama sesuai kehendak mereka.” Ibnu Qudamah, Raudhah an-Nadhir wa Jannah al-Manadhir, 1/105).
Imam Asy-Syairazi juga menambahkan bahwa, dibedakannya istilah wajib dan fardhu dengan qath’i dan zhanni itu tidak dibenarkan (keliru). Karena yang demikian itu adalah penetapan nama-nama dalam istilah syar’i, secara bahasa, dan penggunaannya. Dan dalam hal tersebut tidak ada perbedaan antara yang tetap dengan dalil yang dianggap qath’i atau pada hal yang diijtihadkan. (Abu Ishaq Asy-Syairazi, al-Lam’u fi Ushul al-Fiqh, 1/23).
Perkara ini juga semakin jelas, dengan pendapat seorang ulama’ besar Fakhruddin Ar-Razi yang menyatakan bahwa, pembedaan tersebut adalah pendapat yang lemah, dikarenakan fardhu adalah suatu hal ditentukan bukan karena keberadaanya tetap secara ilmu ataupun perkiraan sebagaimana wajib adalah kebetulan bukan dikarenakan keberadaannya yang tetap secara kebetulan dari ilmunya maupun secara perkiraan. Maka jika demikian, maka pengkhususan setiap satu dari dua lafal tersebut dengan salah satu dari dua pembagian ini, sungguh merupakan bentuk tindakan sewenang-wenang. ( Fakhruddin Ar-Razi, al-Mahshul, 1/98).
Dari beberapa pendapat ulama’ di atas, kiranya sudah cukup mewakili pendapat bahwa perbedaan wajib dan fardhu hanyalah perbedaan secara lafal dan hanya kalangan madzhab tertentu yang menganggap adanya istilah khusus dalam suatu kasus. Jadi, kamu tidak usah bingung lagi ketika ada yang nanya apa bedanya fardhu dan wajib kan? Wallahu a’lam.
Intisari :
·
Perbedaan antara wajib dan fardhu hanyalah
perbedaan secara lafal saja, namun pada intinya maksud dan maknanya sama. Yakni keharusan untuk melaksanakan tuntutan syari’at.
·
Istilah fardhu hanya ada di kalangan madzhab Hanafi, sedangkan pendapat yang rajih adalah pendapat
Jumhur yang tidak membedakan antara wajib dan fardhu.
·
Wajib dan fardhu merupakan sebuah istilah
dalam penamaan hukum syar’i yang tidak terkait khusus pada qath’i dan zhanni.
Oleh : Azzam Elmahdie
No comments