Read More

Hikmah Pensyari'atan Aqiqah



Pensyari'atan Aqiqah

Dalam perkara ini imam Malik berpendapat bahwa tidak ada perbedaan pendapat tentang disyari’atkannya aqiqah dalam madzhabnya, dan Yahya bin Sa’id Al-Anshari mengatakan, “Saya pernah mendapati orang-orang menyebut-nyebut tentang aqiqah bagi anak laki-laki dan anak perempuan. Demikian juga sudah menjadi hal yang pernah dilakukan oleh penduduk Hijaz baik dahulu maupun sekarang bahkan di praktekkan oleh para ulama’, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Mundzir.

Selain itu, di antara kalangan sahabat yang sependapat dengan Imam Malik adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, dan Ummul Mu’minin Aisyah g sebagaimana yang diriwayatkan dari Fathimah bin Rasulullah, Buraidah Al-Aslami, Al-Qasim bin Muhammad, Urwah bin Az-Zubair, Atha’ bin Abi Rabbah, Az-Zuhri dan Abu Zinad.

Pendapat ini selain dipegang oleh Imam Malik, juga dipegang oleh kalangan penduduk Madinah, Imam Asy-Syafi’i dan para pengikutnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan sekelompok dari mayoritas ahlul ilmi yang semuanya berpendapat bahwa aqiqah merupakan sunnah Rasulullah SAW . Maka jika sunnah tersebut eksistensinya telah ada, semestinya akan ada yang berpendapat demikian dan tidak menjadi masalah ketika ada yang tidak sependapat dengan hal itu.

Hanya saja kalangan ahli ra’yi (madzhab Hanafi) tidak membenarkan bahwa aqiqah itu merupakan sunnah Rasulullah SAW . Dalam hal ini mereka tidak sependapat dengan riwayat-riwayat yang datang dari Rasulullah, para Sahabat, dan yang meriwayatkannya juga dari kalangan Tabi’in. (Muhammad bin Abu Bakar Ayyub Az-Zar’i, Tuhfah al-Maulud Bi Ahkam al-Maulud, hlm. 36)

Kalangan yang berpendapat bahwah aqiqah merupakan sunnah Rasulullah SAW mereka berdalil berdasarkan hadits :

عَنْ أَبِىْ مُوْسَى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ وُلِدَ لِى غُلَامٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيْمُ، فَحَنَكَهُ بِتَمْرَةٍ

“Dari Abu Musa a dia berkata, “Aku mempunyai anak laki-laki yang barus saja lahir, lalu aku membawanya untuk menemui Nabi n . Lalu beliau memberikan nama bayi tersebut Ibrahim, lantas men-tahnik nya dengan sebiji kurma.” (HR. Al-Bukhari, jilid 18, hlm. 254)

 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيْهِ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ. قَالَ الشَّيْخِ الْأَلْبَانِي : صَحِيْحٌ

“Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, Bahwa Rasulullah SAW pernah meng-aqiqahi atas nama Hasan dan juga Husain.” Syeikh Al-Albani mengatakan, “Hadits ini shahih”.

Selain riwayat di atas juga ada redaksi yang lebih rinci tentang berapa hewan yang harus disembelih untuk aqiqah berikut pelaksanaanya.

عَنْ أُمِّ كُرْزٍ الْكَعْبِيَّةِ، قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ قَالَ أَبُو دَاوُدَ: سَمِعْت أَحْمَدَ قَالَ: مُكَافِئَتَانِ: أَيْ مُسْتَوِيَتَانِ أَوْ مُقَارِبَتَانِ

Dari Ummu Kurz Al Ka’biyyah, ia berkata, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Untuk anak laki-laki dua kambing yang sama dan untuk anak perempuan satu kambing.” Abu Daud berkata, saya mendengar Ahmad berkata, “Mukafiatani yaitu yang sama atau saling berdekatan.” (HR. Abu Daud no. 2834 dan Ibnu Majah no. 3162. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

عَنْ سَمُرَةَ عَنِ النَّبِيّ n قَالَ: كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ. تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَ يُحْلَقُ رَأْسُهُ وَ يُسَمَّى.

Dari Samurah, dari Nabi n , beliau bersabda, “Setiap anak tergadai dengan ‘aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ke-7, dicukur rambutnya, dan diberi nama”. [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1056, no. 3165]

Hikmah Disyari’atkannya Aqiqah

Tidak diragukan lagi bahwa semuanya syari’at itu mendatangkan maslahat dan maanfaat bagi para pemeluknya. Tidak terkecualikan aqiqah, yang juga mempunyai banyak hikmah dan keutamaan di balik pensyari’atannya. Berikut ini adalah beberapa hikmah disyari’atkannya aqiqah menurut penuturan para ulama’ :

Pertama, aqiqah merupakan perilaku berlemah lembut dan kasih sayang dengan mengumumkan kabar nasabnya seorang anak. Karena dengan demikian akan menghindari adanya perkataan yang tidak dinginkan dan tidak baik yang menyebar sampai ke telinga banyak orang sehingga bisa jadi ada orang yang memanggilkan kalau itu anaknya. Maka dengan terlaksananya hal itu status anak tersebut bisa ditentukan. Selain itu juga akan menjadi panutan yang mengajak kepada sifat berderma dan menjauhi hal-hal yang mengajak kepada kekikiran. (Ad-Dahlawi, Hujjatullah al-Balighah, hlm. 728)

Kedua, merupakan bentuk syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat berupa dikaruniakan anak, dan meningkatkan keutamaan berderma dan murah hati, serta memperindah hubungan kerabat, teman dekat dengan berkumpul bersama menyantap sajian makanan. Sehingga dengan demikian akan menyuburkan rasa cinta dan kasih sayang serta kelembutan terhadap sesama. (Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqah al-Islami wa Adillatuhu, 3/637).

Selain aqiqah itu adalah bentuk rasa syukur kepada Allah SWT , aqiqah juga merupakan bentuk wasilah seorang hamba untuk lebih bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT .

Ketiga, sebagai bentuk fidyah dan tebusan bagi anak yang baru lahir sebagaimana telah Allah tebus Nabi Isma’il dengan sembelihan seokor domba. (Hisamuddin ‘Ifanah, Ahkam al-‘Aqiqah, hlm. 34)

Nabi SAW juga telah memberitahukan bahwa hendaknya dalam penyembelihan aqiqah untuk lahirnya seorang anak ini hendaknya diniatkan berdasarkan niatan ibadah seperti halnya penyembelihan yang diperuntukkan untuk udhiyah dan haddyu.

Keempat, Mengumumkan dan memberi tahu bahwa si Fulan telah diberi rizki berupa lahirnya seorang anak yang dia beri nama demikian. Maka dengan demikian akan menjadi jelas dan dimengerti di kalangan banyak orang, mulai dari keluarga, tetangga, dan teman, sehingga mereka mau mendo’akan dan mengucapkan selamat serta menghadiri aqiqahnya. Hal inilah yang potensi besar dalam menambah hubungan kasih sayang dan cinta di antara kaum muslimin. Dan tidak diragukan lagi bahwa pada point ini sejalan dengan Fiman Allah SWT :

: وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّث

”Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan” (QS. Adh-Dhuha : 11)

Kelima, merupakan wujud jaminan sosial dalam Islam. Pasalnya orang yang melangsungkan aqiqah untuk anaknya dengan menyembelih hewan qurban kemudian diberikan kepada para fakir miskin, orang-orang yang membutuhkan, teman, tetangga. Maupun dengan cara mengundang mereka untuk menghadiri aqiqahnya akan meringankan beban orang-orang fakir dan yang membutuhkan. (Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad, 1/99-100)

Hal ini ditegaskan Imam Ibnul Hajj bahwah salah satu faedah dari melangsungkan aqiqah adalah sebagai bentuk menghidupkan sunnah dan memadamkan kebid’ahan, sekalipun tidak mendapatkan barakah darinya, hal tersebut merupakan bentuk penjagaan terhadap anak dari berbagai macam bentuk penyakit. Karena sunnah itu bila sudah dikerjakan akan menjadi faktor datangnya kebaikan dan keberkahan, lain halnya dengan kebid’ahan yang justru bersebrangan dengan hal tersebut. (Al-Madkhal, 3/228-229).


No comments