Read More

Potret Pesantren dan Sumbangsihnya Untuk Islam



Pesantren Dalam Tinjauan Definitif

Pondok pesantren dalam penamaannya merupakan dua gabungan suku kata yaitu pondok dan pesantren. Istilah pondok menurut ahli bahasa merupakan kata serapan dari bahasa arab “Funduq” yang berarti penginapan. Namun inti dan realitas pondok tersebut adalah kesederhanaan dan tempat tinggal sementara bagi para penuntut ilmu (Soegarda Poerbakawatja, Eksiklopedi Pendidikan, (Jakarta, Gunung Agung, 1982), hlm. 287.)

Sedangkan istilah pesantren diambil dari definisi secara etimologi berasal dari kata santri dengan penambahan awal pe- dan akhiran an- yang berarti tempat tinggal para santri. Ada yang juga yang mengatakan pesantren berasal dari turunan kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tenteng ilmu pengetahuan (Zamakhsyari Dhofie, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3S, 1995), hlm. 18.)

Pendapat lain mengatakan pesantren berasal dari gabungan dua kata bahasa Sankrit, yakni sant yang berarti manusia baik dan tra yang suka menolong. Dengan begitu pesantren adalah tempat pendidikan manusia yang baik-baik. (Abu Hamid, “Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan”, dalam Taufik Abdullah (ed), Agama dan Perubahan Sosial, (Jakarta Rajawali Press, 1983, hlm. 328.)

Secara terminologi pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, dimana kyai sebagai figur sentral, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwai, dan pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti oleh santri sebagai kegiatan utama. Tetapi meskipun tidak semua pesantren terdapat unsur-unsur dan menggunakan sistem tersebut, namun jika ditarik sebuah kesimpulan, pesantren dapat dimaknai sebagai lembaga pendidikan sederhana yang mengajarkan sekaligus menginternalisasi ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari agar anak didik (santri) menjadi orang yang baik sesuai standar agama dan diterima masyarakat luas. (Adnan Mahdi, Sejarah dan Peran Pesantren dalam Pendidikan di Indonesia, (Jurnal Islamic View), vol. II, hlm. 4)

Sementara yang dimaksud pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan dan menginternalisasikan ajaran Islam kepada santri dalam lingkungan pondok yang sederhana agar mereka memiliki kemampuan agam dan berakhlak mulia yang bisa diterima masyakarat.

Dalam sejarah pesantren, lembaga pendidikan Islam yang dewasa ini lebih dikenal dengan boarding school ini mempunyai visi dan misi menciptakan suasana nyaman dalam menjalankan aktifitas sebagai pemeluk Islam untuk menjadi pribadi yang sholeh, juga mencetak kader-kader rujukan umat sekaligus pengarah kepada jalan Islam yang benar sebagai pribadi yang mushlih.

Sejarah Kelahiran dan Perkembangan Pesantren

Cikal bakal pendidikan Islam dan pembinaan karakter dalam lingkungan yang islami seperti pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau sebagai seorang mu’allim telah memberikan teladan dalam mendidik umatnya. Hal ini tergambarkan ketika beliau menjadikan rumah Al-Arqam bin Abil Arqam sebagai pusat dalam mengajarkan Islam kepada para pengikut setia yang pertama kali menyambut dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada fase dakwah secara sembunyi-sembunyi.

Setelah Islam mempunyai pengaruh kuat dan memiliki wilayah teritorial di Madinah, beliaupun membangun masjid Nabawi sebagai pembinaan spiritual, akhlak, karakter sekaligus pendalaman terhadap ilmu-ilmu syar’i yang dari situlah terbentuk kelompok sahabat yang dikenal dengan istilah ahlush shuffah. (Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam : Menulusuri Jejak Sejarah Era Rasulullah Sampai Indonesia. (Jakarta : Kencana, 2007), cet. Ke-1, hlm. 5-22.)

Dengan antusias dan konsentrasi penuh mereka dalam belajar agama, maka tidak heran jika kemudian lahir orang-orang yang menonjol dalam bidang keilmuan. Sebut saja sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang terkenal dengan sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Ada juga sahabat Hudziafah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu yang sangat perhatian terhadap hadits-hadits tentang fitnah.

Terbentuknya Ahlush Shuffah bukan berarti pengikutnya tidak peduli dengan kegiatan kemasyarakatan dan tidak memiliki andil dalam jihad. Terbukti, sebagian di antara mereka gugur dalam perang Badr, seperti Shafwan bin Baidha’, Khubaib bin Yasaf, Salim bin Umair dan Haritsah bin Nu’man radhiyallahu ‘anhum. Sebagian juga gugur di medan perang uhud seperti Hanzhalah radhiyallahu ‘anhu, atau menghadiri peristiwa Hudaibiyah, perang Khaibar, perang Tabuk dan perang Yamamah. Begitulah para penghuni Shuffah. Mereka sangat perhatian terhadap ilmu dan ibadah. Di malam hari tekun beribadah, dan di siang hari menjadi pejuang gagah berani.

Sejarah mencatat bahwa kehadiran Dinasti Umawiyah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan sehingga masyarakat Islam tidak hanya belajar di masjid tetapi mereka sudah mempunyai tempat tersendiri untuk mengembangkan kajian keislamannya dan segala karakteristiknya merupakan wahana dalam lembaga pendidikan Islam yang semula sebagai lembaga baca tulis denga sistem halaqah berkembang sampai dalam bentuk pemondokkan. Seiring dengan berjalannya waktu, lembaga pendidikan tersebut mengalami perkembangan pesat, karena didukung oleh masyarakat serta adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik dan anak didik. Maka dari sinilah kehadiran pesantren di Indonesia terilhami. (Maulana Hasan, Sejarah Kemunculan Pesantren di Indonesia)

Demikian pula di belahan tanah air Indonesia, pesantren disinyalir tumbuh seiring dengan masuknya Islam di tanah Indonesia sekitar abad ke 7 melalui dakwah para pedagang arab dan perkembangannya tidak lepas dari naungan dan perjuangan dakwah para Wali Songo yang pada saat itu kondisi masyarakat Indonesia terkhusus di seantero pulau Jawa masih fanatik dengan ajaran dan keyakinan syirik secara turun-temurun. Dengan alasan inilah penyebaran Islam awal disesuaikan dengan keadaan dan budaya masyarakat. Hal ini bertujuan agar seruan dakwah Islam bisa diterima. Misalnya, Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai media dakwah. Islamisasi kebudayaan sebagai strategi penyebaran Islam tersebut tentunya sangat mempermudah penerimaan ajara yang disampaikan, sehingga Wali Songo berhasil menyebarkan ajaran Islam di Indonesia. (Adnan Mahdi, Sejarah dan Peran Pesantren dalam Pendidikan di Indonesia, (Jurnal Islamic View), vol. II, hlm. 10)

Seiring dengan keadaan umat Islam sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah mengalami zaman-zaman fitnah dan rusaknya moral kehidupan generasinya belakangan ini, maka keberadaan pesantren merupakan tempat pendidikan Islam yang lahir dari rasa keprihatinan kaum cendekiawan muslim dalam menghadapi kejahiliyahan umat yang gerakannya mencoba menggerogoti prinsip aqidah seorang muslim dan menjauhkan nilai-nilai Islam dari pemeluknya.

Adakalanya kejahiliyahan umat berangkat dari minimnya ilmu agama yang diketahui, adakalanya pula karena kejahiliyahan yang turun temurun terwariskan kepada generasi ke generasi, yang akhirnya ini menjadi tantangan berat pengampu amanah dakwah ketika eksistensinya justru berseberangan tanpa ada kompromi.

Di sis lain, keberadaan umat ini dihadapkan dengan tontonan gaya hidup yang tidak mencerminkan moral keislaman. Akhlak dan pergaulan anak dari usia belia hingga dewasa dipengaruhi oleh tayangan pihak yang tidak suka dengan ajaran Islam yang merupakan pakaian kepribadian seorang muslim.

Berpijak dari rasa kepedulian pula pesantren itu lahir sebagai bentuk responsif atas kesadaran sebagian kaum muslimin dalam upaya membentengi kaum muslimin yang lain demi keutuhan dan kemurnian ajaran agama Islam yang diwariskan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya tidak terbawa arus kejahiliyahan.

Sebagian kaum muslimin pada umumnya masih belum paham bahwa pesantren adalah tempat berkumpulnya dua hal istimewa menurut Islam. Pertama istimewa karena pesantren adalah tempat menuntut ilmu-ilmu agama yang karenanya Allah tinggikan derajat para pencarinya, yang kedua istimewa karena dengan bekal ilmu bisa menjalankan ibadah secara benar yang dibarengi berbagai kegiatan yang menambah iman serta takwa.

Dengan demikian, menempatkan generasi-generasi penerus Islam di tempat-tempat pembinaan karakter, pendalaman ilmu-ilmu syar’i, disiplin dalam ibadah dan pembentukan mental seperti halnya di pesantren adalah pilihan tepat dalam upaya menyelamatkan dan membangun peradaban umat Islam.

Perlunya kita menengok sejarah dan latarbelakang lahirnya pesantren sejak awal berdirinya hingga eksis sampai sekarang tidak lain karena secara umum pesantren membawa misi mengarahkan manusia ke jalan yang Allah ridhai, mengajak kepada nilai-nilai keluhuran, membentuk karakter pribadi yang shalih untuk sendiri dan orang lain sehingga menyadarkan umat manusia bahwa tujuan hidup itu untuk segala hal yang nilainya ibadah.

Dengan demikian akan tahu benar bahwa orientasi manusia hidup di dunia ialah menyerahkan penghambaan dan peribadatan sepenuhnya hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk keselamatan hidup di akhirat. Hal ini Allah ingatkan kita dalam firman-Nya :

Ù‚ُÙ„ْ Ø¥ِÙ†َّ صَلاَتِÙŠ ÙˆَÙ†ُسُÙƒِÙŠ ÙˆَÙ…َØ­ْÙŠَايَ ÙˆَÙ…َÙ…َاتِÙŠ Ù„ِÙ„ّÙ‡ِ رَبِّ الْعَالَÙ…ِينَ

 “Katakanlah (wahai Muhammad), “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Pemelihara semesta alam.” (QS. Al-An’am : 162)

Ulama’ tafsir menjadikan ayat di atas sebagai dalil bahwa kehidupan manusia dengan segala gerak-gerik dan diamnya termasuk dalam kategori penamaan ibadah secara makna yang luas bila dibarengi dengan niat yang baik dan tidak tercampuri oleh syirik dan riya’ (Autsaq ‘Ura Al-Iman, hal. 6)

Dalam upaya mengarahkan masyarakat muslim kepada peribadatan yang benar, maka dengan keberadaan pesantren tersimpan harapan bisa menciptakan lingkungan serta penghuninya dengan segala aktivitasnya bernilai ibadah. Wallahu A’lam bish Showab

No comments