Tahun Baru Islam, Momentum Hijrah Jiwa dan Iman
DownloadArtikel Khutbah Jum’at
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ لَنَا
مَوَاسِمَ الْخَيْرَاتِ، وَفَضَّلَ بَعْضَ الْأَوْقَاتِ عَلَى بَعْضٍ، وَجَعَلَ فِي
تَعَاقُبِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ آيَاتِ لِأُوْلِي الْأَلْبَابِ. نَحْمَدُهُ
سُبْحَانَهُ وَنَشْكُرُهُ، وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ،
وَمَنْ يُضلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
فَيَاعِبَادَ اللهِ: أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ
وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. حَيْثُ قَالَ
اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
وَقَالَ نَبِيُّنَا مُحَمَّدٌ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ
السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَامًا
مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:
وَاعْلَمُوا أَنَّ مِنْ نِعَمِ اللهِ عَلَيْنَا
أَنْ أَحْيَانَا حَتَّى بَلَغْنَا عَامًا هِجْرِيًا جَدِيْدًا، وَهَا نَحْنُ فِي أَوَّلِ
شُهُوْرِهِ، شَهْرِ اللهِ الْمُحَرَّمِ، وُهُوَ مِنَ الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ الَّتِي
عَظَّمَهَا اللهُ فِي كِتَابِهِ، فَقَالَ سُبْحَانَهُ:
﴿ إِنَّ عِدَّةَ
الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ﴾ [التوبة: 36]
وَجَعَلَ مِنْهَا أَرْبَعَةً حُرُمًا، مِنْهَا
شَهْرُ الْمُحَرَّمِ.
Awal Tahun Hijriyah: Sejarah dan Hikmah dalam
Perspektif Islam
Ma’asyirol muslimin rahimaniyallahu wa iyyakum
Tahun Baru Hijriyah menandai permulaan kalender Islam yang
dimulai pada 1 Muharram, bertepatan dengan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad
SAW dari Mekkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi. Peristiwa hijrah ini menjadi
titik penting karena menandai berdirinya masyarakat Islam yang terorganisir dan
awal penyebaran Islam secara sistematis.
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah
dan termasuk dalam deretan bulan-bulan mulia yang disebutkan dalam Al-Qur'an.
Sebagai salah satu dari asyhurul hurum (bulan-bulan suci), Muharram memiliki
kedudukan istimewa dalam syariat Islam. Nama "Muharram" sendiri
mengandung makna dan nilai spiritual yang sangat dalam, mencerminkan
penghormatan terhadap waktu yang Allah tetapkan sebagai suci.
Makna dan Arti Kata “Muharram”
Secara bahasa, Muharram (المُحَرَّم) berasal dari akar kata “ḥarrama” (حرَّم), yang berarti “mengharamkan” atau “melarang”. Maka dari itu,
Muharram dapat diartikan sebagai “yang diharamkan” atau “yang disucikan”.
Penamaan ini menunjukkan bahwa pada bulan ini terdapat larangan-larangan khusus
yang telah disyariatkan oleh Allah, terutama larangan berperang atau
menumpahkan darah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ
اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua
belas bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi,
di antaranya empat bulan haram." (QS. At-Taubah: 36)
Keempat bulan haram tersebut menurut hadits adalah:
Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Dalam bulan-bulan ini, umat Islam
dilarang berbuat zalim, dan amal kebaikan dilipatgandakan nilainya.
Sejarah Penamaan Muharram
Sebelum datangnya Islam, bangsa Arab telah mengenal sistem
penanggalan bulan Qamariyah, termasuk bulan Muharram. Namun, setelah datangnya
Islam, penamaan dan makna setiap bulan diberi dimensi syariat. Nabi Muhammad ﷺ tidak mengubah nama bulan tersebut, tetapi menguatkan dan
menetapkan kesucian Muharram sebagai bagian dari syariat Islam.
Dalam sebuah hadits, Nabi ﷺ bersabda:
"أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللَّهِ المُحَرَّمُ"
"Puasa
yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa di bulan Allah yaitu
bulan Muharram."(HR. Muslim, no. 1163)
Perhatikan bagaimana Nabi menyebutnya sebagai “Syahrullah”
(bulan Allah), menunjukkan kedudukannya yang istimewa di sisi Allah.
Meneladani Hikmah Hijrah: Momentum Awal Tahun
untuk Perubahan Hakiki
Ikhwani fiddin rahimaniyallahu wa iyyakum
Setiap datangnya tahun baru Hijriyah, umat Islam diajak
kembali menelusuri jejak agung hijrah Nabi Muhammad ﷺ
dan para sahabat dari Makkah ke Madinah. Peristiwa bersejarah ini bukan sekadar
catatan perpindahan geografis, melainkan tonggak peradaban dan simbol
transformasi yang mendalam dalam kehidupan umat. Di balik hijrah itu, tersimpan
sejumlah hikmah yang layak direnungi dan dihidupkan kembali dalam kehidupan
kita hari ini.
1.
Hijrah sebagai
Refleksi Diri dan Perbaikan
Tahun baru Hijriyah adalah momen spiritual untuk
melakukan muhasabah—introspeksi terhadap apa yang telah dilakukan dan apa yang
akan direncanakan. Di tengah hiruk-pikuk dunia, kita sering terlena oleh
rutinitas yang tak selalu memberi makna. Hijrah mengingatkan kita untuk kembali
menata niat, memperbaiki amal, dan meluruskan arah hidup menuju ridha Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
2.
Hijrah Mental dan
Spiritual
Hijrah bukan hanya pindah tempat, tetapi berpindah
sikap, hati, dan jiwa. Ia mengajarkan bahwa perubahan sejati dimulai dari dalam
diri. Kita diajak meninggalkan kebiasaan buruk yang membelenggu jiwa: maksiat,
lalai dalam ibadah, akhlak yang tercela, menuju hidup yang selaras dengan
tuntunan syariat. Inilah hijrah sejati—hijrah dari gelapnya dosa menuju cahaya
ketaatan.
3.
Hijrah sebagai
Simbol Persatuan dan Ukhuwah
Perjalanan hijrah juga melahirkan masyarakat Islam
pertama yang kokoh dan beradab. Nabi ﷺ
membangun Madinah sebagai kota damai, tempat bersatunya berbagai kabilah dan
agama di bawah prinsip keadilan dan persaudaraan. Piagam Madinah menjadi bukti
bahwa hijrah bukan hanya untuk menyelamatkan diri, tetapi juga untuk membentuk
masyarakat yang saling mendukung dan menjaga ukhuwah Islamiyah.
4.
Hijrah dan Kesadaran
Ilmu
Kalender Hijriyah yang didasarkan pada peredaran bulan
menunjukkan betapa Islam mengajarkan ketepatan, perhitungan waktu, dan
kedisiplinan dalam beribadah. Dari sinilah ilmu falak berkembang sebagai bagian
penting dari warisan keilmuan Islam. Setiap penetapan awal bulan—Ramadhan,
Syawal, Dzulhijjah—menjadi pelajaran bahwa waktu adalah amanah, dan ilmu adalah
cahaya yang menuntun ibadah agar sah dan diterima.
Dengan memahami hikmah-hikmah ini, mari kita jadikan
tahun baru Hijriyah bukan sekadar pergantian angka, tetapi permulaan dari
perubahan diri yang lebih baik. Sebab hijrah bukanlah cerita masa lalu, tapi
panggilan untuk setiap hati yang ingin tumbuh dan kembali kepada Allah.
Fenomena Bid’ah di Bulan Muharram: Ketika
Tradisi Menyimpang dari Tuntunan
Bulan Muharram bukan
hanya menandai awal tahun dalam kalender Hijriyah, tetapi juga menjadi momen
spiritual yang sangat penting bagi umat Islam. Namun sayangnya, di tengah
semangat menyambut tahun baru, banyak kaum muslimin terjebak dalam
praktik-praktik yang tidak bersumber dari ajaran Rasulullah ﷺ. Padahal, peristiwa hijrah yang menjadi penanda dimulainya
kalender Hijriyah sejatinya mengajarkan kita makna perubahan hakiki—dari
kebatilan menuju kebenaran, dari tradisi jahiliah menuju tuntunan wahyu.
Bulan Muharram, khususnya hari Asyura (10
Muharram), sering kali diwarnai oleh berbagai praktik yang tidak bersumber dari
ajaran Rasulullah ﷺ. Sayangnya, sebagian
umat Islam menjadikan hari ini sebagai ajang perayaan atau bahkan kesedihan
yang berlebihan, padahal Nabi ﷺ tidak pernah
mencontohkannya.
Salah satu bentuk
penyimpangan yang paling mencolok adalah menjadikan Asyura sebagai hari berkabung atas gugurnya Sayyiduna
Husain bin Ali. Tangisan, ratapan, hingga tindakan melukai diri dalam
pawai-pawai kesedihan dilakukan atas nama solidaritas. Padahal, Rasulullah ﷺ sendiri tidak pernah meratapi kematian
siapa pun, termasuk saat wafatnya paman tercintanya, Hamzah radhiyallahu ‘anhu.
Imam Ahmad menegaskan, “Tidak ada dari sunnah
Nabi ﷺ meratapi kematian seseorang, meskipun
keluarga beliau sendiri.”
Selain itu, ada pula
anggapan keliru bahwa Asyura adalah hari
sial. Sebagian orang menghindari bepergian atau memulai aktivitas
penting karena takut tertimpa nasib buruk. Padahal, Nabi ﷺ justru menjadikan hari Asyura sebagai momen syukur atas
kemenangan Nabi Musa ‘alaihissalam dari kejaran Fir’aun, bahkan beliau berpuasa
pada hari itu sebagai bentuk penghormatan terhadap peristiwa agung tersebut.
قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ
صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
« مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ
أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ
فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ. [ أخرجه البخاري ومسلم ]
“Bahwasannya ketika
Rasulallah ﷺ datang ke kota
Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi, mereka berpuasa pada hari Asyura.
Sehingga beliau bertanya kepada mereka: ‘Apa yang menyebabkan kalian berpuasa
pada hari ini? Maka mereka menjawab: ‘Ini adalah hari yang agung, dimana Allah
(pada hari ini) telah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan
Fir’aun beserta bala tentaranya. Sehingga Musa berpuasa pada hari ini sebagai
wujud syukurnya, oleh karenanya kami pun berpuasa’. Maka Rasulallah shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan kami lebih berhak dengan Musa dari pada
kalian”. Lalu beliau berpuasa pada hari itu serta menyuruh para sahabatnya
untuk berpuasa pula”. (HR Bukhari no: 2004. Muslim no: 1130)
Penyimpangan lainnya adalah munculnya ritual-ritual khusus, seperti mandi
Asyura untuk menolak bala, membuat bubur atau makanan khas, dan mengadakan
jamuan tertentu. Praktik-praktik ini tidak memiliki dasar dari sunnah yang
sahih. Banyak hadits yang dijadikan landasan ternyata lemah, bahkan palsu.
Contoh hadits palsu: “Barang siapa mandi pada hari Asyura, tidak akan
sakit selama setahun.”
Tak kalah keliru,
sebagian orang justru merayakan Asyura seperti hari raya: berhias, berbagi
hadiah, dan mengadakan pesta makan-makan. Ini merupakan bentuk reaksi yang
berlebihan dan juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat Nabi ﷺ.
Terakhir, marak pula doa-doa khusus di malam pergantian tahun,
seperti doa akhir tahun dan awal tahun Hijriyah. Meski niatnya baik, sayangnya
tidak ada satu pun dalil sahih dari Nabi ﷺ
atau para sahabat yang menetapkan bacaan doa-doa tersebut sebagai amalan
khusus.
Menghidupkan Sunnah di Bulan Muharram
Ma’asyirol muslimin
arsyadaniyallahu wa iyyakum
Di tengah maraknya
tradisi yang tak berdasar dalil dan berbagai penyimpangan yang mencemari bulan
Muharram, inilah saatnya kita kembali menelusuri dan menghidupkan sunnah
Rasulullah ﷺ. Sebab, kemuliaan Muharram bukan terletak
pada ritual buatan manusia, tetapi pada amalan yang benar-benar diwariskan dari
beliau ﷺ.
Salah satu amalan
paling utama di bulan ini adalah puasa di
hari Tasu’a dan Asyura, yakni pada tanggal 9 dan 10 Muharram.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Puasa Asyura menghapus dosa setahun sebelumnya.”
(HR. Muslim)
Betapa besar keutamaan
puasa ini. Ia menjadi penghapus dosa selama satu tahun penuh, tanpa harus kita
menunggu bulan Ramadhan. Bahkan, Nabi ﷺ
berniat untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram juga, agar berbeda dari
kebiasaan kaum Yahudi yang hanya berpuasa di hari ke-10.
Selain itu, Muharram
adalah momentum untuk meningkatkan amal
saleh—baik dalam bentuk ibadah kepada Allah seperti salat, dzikir,
tilawah, maupun amal sosial seperti sedekah, membantu sesama, dan mempererat
silaturahim.
Tak kalah pentingnya,
kita juga harus menjauhi dosa dan
kezaliman, karena bulan Muharram termasuk dalam asyhurul hurum—bulan-bulan haram yang dimuliakan Allah.
Dalam bulan-bulan ini, dosa menjadi lebih berat, dan pahala menjadi lebih
besar.
Dan yang terpenting,
marilah kita mengikuti sunnah Nabi ﷺ, bukan sekadar menjalani tradisi.
Islam tidak mengajarkan kita menambah-nambahi syariat dengan amalan yang tidak
memiliki dasar. Maka jauhilah ritual buatan yang hanya tampak meriah di luar,
tetapi kosong dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Semoga Allah
menjadikan Muharram ini sebagai awal yang baik bagi perubahan diri, dan
meneguhkan langkah kita dalam mengikuti sunnah di tengah derasnya arus
kebid’ahan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا
الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ
وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا
مُبَارَكًا فِيْهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ
إِلَّا اللهَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ ، فِي
الْعَالَمِيْنَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
Ma’asyirol muslimin waffaqaniyallahu wa iyyakum
Marilah kita jadikan bulan Muharram dan tahun baru
Hijriyah ini sebagai momen hijrah jiwa: berpindah dari kebodohan menuju ilmu,
dari kebiasaan tanpa dalil menuju tuntunan Rasulullah ﷺ,
dari bid’ah menuju sunnah. Jangan biarkan awal tahun kita ternoda oleh
praktik-praktik yang tidak diajarkan Nabi, namun hiasi dengan amal yang
berpijak pada kebenaran.
Mari awali tahun ini dengan ketakwaan, amal saleh, dan
semangat meneladani hijrah Rasulullah ﷺ
dalam kehidupan sehari-hari. Sebab sejatinya, hijrah terbesar bukanlah
berpindah tempat—tetapi berpindah hati dari dunia menuju akhirat.
عِبَادَ اللهِ،
اِغْتَنِمُوا هَذَا الشَّهْرَ الْعَظِيْمَ بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ،
فَإِنَّ الْعَمَلَ الصَّالِحَ فِيْهِ أَعْظَمُ أَجْرًا، وَالذَّنْبَ فِيْهِ أَعْظَمُ
وِزْرًا، كَمَا قاَلَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا.
وَاذْكُرُوا أَنَّ مِنْ أَفْضَلِ الْأَعْمَالِ
فِيْهِ صِيَامَ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ، الَّذِي يُكَفِّرُ اللهُ بِهِ سَنَةً مَاضِيَةً،
كَمَا جَاءَ فِي الْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ.
نَسْأَلُ اللهَ أَنْ يُبَارِكَ لَنَا فِي
أَوْقَاتِنَا، وَيَجْعَلَ هَذَا الْعَامَ عَامَ خَيْرٍ وَبَرَكَةٍ وَأَمْنٍ وَإِيْمَانٍ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ
عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيماً اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ
سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى
أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالأَمْوَاتِ،
إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ
الدَّعَوَاتِ، يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْعَامَ
الْهِجْرِيَّ عَامَ خَيْرٍ وَبَرَكَةٍ وَنَصْرٍ وَتَمْكِينٍ لِلْمُسْلِمِينَ،
اللَّهُمَّ اجْعَلْ أَوَّلَهُ صَلَاحًا،
وَأَوْسَطَهُ فَلَاحًا، وَآخِرَهُ نَجَاحًا.
اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا
بِالْأَمْنِ وَالإِيمَانِ، وَالسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَمِ، وَالرِّزْقِ الْوَافِرِ،
وَالْعَافِيَةِ الدَّائِمَةِ، وَدَفْعِ الْبَلَاءِ وَالْفِتَنِ.
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَهْرِكَ
الْمُحَرَّمِ، وَأَعِنَّا عَلَى صِيَامِهِ وَقِيَامِهِ، وَوَفِّقْنَا لِعَمَلٍ
صَالِحٍ فِيهِ يُقَرِّبُنَا إِلَيْكَ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ يُغْفَرُ
لَهُ فِي يَوْمِ عَاشُورَاء، وَارْزُقْنَا فَضْلَهُ وَأَجْرَهُ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ مَا بَقِيَ مِنْ
أَعْمَارِنَا خَيْرًا مِمَّا مَضَى، وَاخْتِمْ لَنَا بِحُسْنِ الْخَاتِمَةِ،
وَارْزُقْنَا تَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ، وَرَاحَةً عِنْدَ الْمَوْتِ،
وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ
مَغْفِرَتِكَ وَنَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ وَنَسْأَلُكَ
قَلْبًا سَلِيمًا وَلِسَانًا صَادِقًا وَنَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ وَنَعُوذُ
بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ إِنَّكَ أنْتَ
عَلَّامُ الْغُيُوبِ.
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا
عَلَى دِينِكَ وَيَامُصَرِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا إِلَى طَاعَتِكَ.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ
إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ
الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ
بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
No comments