Makna Kemerdekaan dalam Islam — Bebas untuk Mengabdi kepada Allah, Bukan Dunia
Download Artikel Khutbah Jum'at
Khutbah
Pertama
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي تَفَرَّدَ فِي
أَزَلِيَّتِهِ بِعِزِّ كِبْرِيَائِهِ، وَتَوَحَّدَ فِي صَمَدِيَّتِهِ بِدَوَامِ
بَقَائِهِ، وَنَوَّرَ بِمَعْرِفَتِهِ قُلُوْبَ أَوْلِيَائِهِ، اَلدَّاعِي اِلَى
بَابِهِ وَالْهَادِي لِأَحْبَابِهِ وَالْمُتَفَضِّلِ بِإِنْزَالِ كِتَابِهِ،
تَبْصِرَةً وَذِكْرَى لِلْإِسْتِعْدَادِ لِيَوْمِ لِقَائِهِ. فَسُبْحَانَ مَنْ
تَقَرَّبَ بِرَأْفَتِهِ وَرَحْمَتِهِ، وَتَعَرَّفَ اِلىَ عِبَادِهِ بِمَحَاسِنِ
صِفَاتِهِ، فَانْبَسَطُوْا لِذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ. آحْمَدُهُ حَمْدَ مُعْتَرِفٍ
بِالْعَجْزِ عَنْ آلاَئِهِ، مُنْتَظِرٍ زَوَائِدَ بِرِّهِ وَوَلاَئِهِ
أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً ضَمِنَ الْحُسْنَى لِقَائِلِهَا يَوْمَ
لِقَائِهِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَاتَمُ
أَنْبِيَائِهِ وَسَيِّدُ أَصْفِيَائِهِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنِ اقْتَفَى أثَرَهُمْ
اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ فَفَازَ بِاقْتِفَائِهِ. أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ اللهِ،
أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ أَوَّلاً بِتَقْوَى اللهِ تَعَالىَ وَطَاعَتِهِ،
بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ
كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ
تُقٰىتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ، وَقَالَ أَيْضًا
:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا
اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهِ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيْبًا،
وَقَالَ نَبِيُّنَا
مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
اِتَّقِ اللَّهَ
حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ
النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah
ﷻ atas segala nikmat yang telah kita
rasakan. Nikmat iman, nikmat Islam, nikmat keamanan, nikmat persatuan, dan
nikmat kemerdekaan negeri ini—semuanya adalah karunia yang patut disyukuri
dengan sepenuh hati, lisan, dan perbuatan. Allah ﷻ
berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ
لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Jika kalian bersyukur, sungguh Aku akan tambahkan (nikmat)
kepada kalian.” (QS. Ibrahim: 7)
Kaum Muslimin rahimakumullāh,
Saya berwasiat kepada diri saya pribadi dan kepada seluruh
jamaah sekalian untuk senantiasa bertakwa kepada Allah ﷻ. Takwa adalah bekal utama dalam hidup, kunci kejayaan umat, dan
sebab keberkahan dari langit dan bumi. Mari kita jaga hati, lisan, dan amal
kita agar senantiasa dalam rambu-rambu syariat. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ,
suri teladan sejati yang telah membimbing umat dari kegelapan menuju cahaya
kebenaran, dari kehinaan menuju kemuliaan.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Bulan ini, bangsa kita kembali memperingati hari
kemerdekaan. Delapan puluh tahun silam, tepatnya 17 Agustus 1945, bangsa
Indonesia menyatakan diri lepas dari belenggu penjajahan. Kemerdekaan ini tidak
datang begitu saja, melainkan melalui perjuangan panjang, darah, air mata, dan
pengorbanan jiwa raga dari para pahlawan dan ulama. Maka khutbah kali ini,
insya Allah, akan mengajak kita semua untuk merenungi kembali makna kemerdekaan
dalam pandangan Islam—kemerdekaan yang sejati, bukan sekadar bebas secara
lahir, tapi juga merdeka secara batin: bebas untuk tunduk sepenuhnya kepada
Allah ﷻ.
Kemerdekaan Sejati: Hanya Mengabdi
kepada Allah
Islam memandang bahwa kemerdekaan hakiki bukanlah
bebas sebebas-bebasnya, melainkan terbebas dari segala bentuk penghambaan
kepada makhluk dan hanya tunduk kepada Allah semata. Allah ﷻ berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini
adalah: "Aku menciptakan mereka agar Aku perintahkan untuk beribadah
kepada-Ku, bukan karena Aku butuh kepada mereka." (Ibnu Katsir, Tafsīr
al-Qur’ān al-‘Aẓīm, Jilid 7, hlm. 424)
Imam Ibnul Qayyim juga menegaskan:
“Sesungguhnya kemerdekaan hati dan kemuliaan ruh
itu hanya akan tercapai jika seorang hamba benar-benar tunduk dan menyembah
Allah semata.” (Madarijus Salikin, 1/138)
Inilah hakikat kemerdekaan yang tak bisa dibeli
oleh dunia. Sebab manusia yang tidak menyembah Allah, pasti akan menyembah
selain-Nya — entah itu harta, jabatan, hawa nafsu, atau manusia lain.
Islam Menolak Segala Bentuk
Penjajahan dan Kezaliman
Penjajahan, baik secara fisik maupun ideologis,
merupakan bentuk ketertindasan yang ditolak oleh Islam. Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ
ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang
yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.” (QS. Hud: 113)
Rasulullah ﷺ
bersabda:
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ
مَظْلُومًا
"Tolonglah saudaramu, baik ia berbuat
zalim maupun dizalimi."
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imām al-Bukhārī
dalam Shahīh al-Bukhārī, Kitāb al-Ikrāh (Kitab tentang Paksaan), Bab “انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا”,
hadis no. 6952.
Dalam lanjutan haditsnya, para sahabat
bertanya:
قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْصُرُهُ
إِذَا كَانَ مَظْلُومًا، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا، كَيْفَ أَنْصُرُهُ؟
Dikatakan (kepada Nabi): Wahai Rasulullah, aku
bisa menolongnya jika dia dizalimi. Tapi bagaimana menolongnya jika dia berbuat
zalim?
Lalu Rasulullah ﷺ
menjawab:
تَحْجُزُهُ، أَوْ تَمْنَعُهُ، مِنَ
الظُّلْمِ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ
"Engkau cegah dia atau larang dia dari
berbuat zalim, itulah bentuk menolongnya."
Hadits ini menunjukkan prinsip keadilan dan
tanggung jawab sosial dalam Islam — menolong saudara bukan hanya dengan
mendukung, tapi juga mencegah dari kezaliman.
Menolong orang yang dizalimi itu jelas. Namun,
menolong orang yang berbuat zalim adalah dengan mencegahnya dari kezaliman,
menyadarkannya, dan mengingatkannya agar kembali pada keadilan.
Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah berkata:
“Menegakkan keadilan adalah kewajiban agama yang
paling agung. Segala perkara yang dapat menegakkan keadilan maka wajib
dilaksanakan.” (Majmu’ Fatawa, 28/146)
Kemerdekaan Jiwa: Terbebas dari
Hawa Nafsu
Selain penjajahan lahir, penjajahan batin yang
berupa ketundukan pada hawa nafsu justru lebih berbahaya. Allah ﷻ berfirman:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ
هَوَاهُ
“Pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai tuhannya?” (QS. Al-Jatsiyah: 23)
Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Al-Qurṭubī rahimahullah
berkata:
"Al-Kalbi berkata: Ia adalah orang yang
mengikuti hawa nafsunya—apapun yang ia inginkan, ia lakukan. Al-Hasan berkata:
Ia tidak menginginkan sesuatu melainkan ia ikuti, maka jadilah hawa nafsunya
sebagai tuhannya."
Dan beliau menyimpulkan: "Maknanya: Ia menaati
hawa nafsunya sebagaimana seorang penyembah menaati sesembahannya. Maka ia
disebut telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya." (Al-Qurṭubī, Al-Jāmi’
li Ahkām al-Qur’ān, Jilid 16, hlm. 177)
Ibnul Qayyim berkata:
“Hawa nafsu adalah berhala yang disembah oleh
banyak orang tanpa mereka sadari.” (Al-Fawaid, hal. 93)
Jama’ah yang dirahmati Allah,
Mereka yang tidak mampu melawan nafsu dunia,
meskipun telah merdeka secara politik, sejatinya masih diperbudak oleh syahwat.
Inilah bentuk penjajahan terselubung yang mengancam umat Islam di era modern:
cinta dunia, rakus kekuasaan, dan lupa akhirat.
Perjuangan dalam Islam: Melawan
Penjajahan
Islam mendorong umatnya untuk bangkit dari
keterpurukan dan melawan penindasan. Allah ﷻ
memerintahkan:
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ…
“Mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan
membela orang-orang yang tertindas…” (QS. An-Nisa’: 75)
Ayat ini memotivasi kaum Muslimin untuk berjuang
menegakkan keadilan dan membela kaum yang tertindas dari kekejaman musuh—baik
secara fisik maupun sistemik. Ini adalah dasar syar’i atas perintah jihad dalam
konteks pembelaan terhadap kaum lemah.
Rabi’ bin Amir, sahabat Nabi ﷺ sebagai utusan Khalifah Umar bin
Khattab ketika berdakwah dan berdiplomasi di hadapan panglima Rustum dari
Persia, menjelang Perang Qadisiyyah, berkata di hadapan panglima Persia:
"Sesungguhnya Allah telah mengutus kami untuk
membebaskan siapa yang Dia kehendaki, dari penghambaan kepada sesama manusia
menuju penghambaan kepada Allah, dari ketidakadilan berbagai agama menuju
keadilan Islam, dan dari sempitnya dunia menuju kelapangannya." (Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa an-Nihāyah,
jilid 7, hlm. 39)
Para pejuang kemerdekaan kita pun banyak terinspirasi
oleh ajaran Islam dalam semangat perlawanan. Mereka tidak sekadar berperang
membela tanah air, tetapi menegakkan nilai-nilai tauhid, keadilan, dan
pembebasan umat dari kebodohan dan penjajahan moral.
Kebebasan dalam Islam: Dalam
Batasan Syariat
Islam menjunjung tinggi kebebasan berpendapat,
beribadah, dan berkarya — namun semuanya dalam bingkai syariat. Kebebasan tanpa
batas adalah kekacauan. Syariat Islam datang untuk menjaga keseimbangan antara
hak individu dan kemaslahatan sosial. Allah ﷻ
berfirman :
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
“Tidak ada paksaan dalam agama.” (QS.
Al-Baqarah: 256)
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ
الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا، وَأَبْشِرُوا،
وَاسْتَعِينُوا بِالْغُدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ، وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama ini mudah.” (HR. Bukhari, no. 39)
Imam asy-Syathibi menyebut bahwa tujuan syariat
adalah menjaga lima perkara pokok: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. (Abū
Ishāq asy-Syāṭibī, al-Muwāfaqāt fī Uṣūl al-Sharī‘ah, jilid 2, hlm. 8)
Peran Ulama dan Santri dalam
Perjuangan Kemerdekaan
Ulama memiliki andil besar dalam mengantarkan
bangsa ini merdeka. KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22
Oktober 1945 untuk melawan penjajah. KH. Ahmad Dahlan memperjuangkan pendidikan
sebagai bentuk kemerdekaan dari kebodohan. Pangeran Diponegoro memimpin
perlawanan atas nama Islam dan keadilan.
KH. Hasyim Asy‘ari dalam semangat perjuangannya
menegaskan pentingnya membela tanah air sebagai bagian dari kewajiban keimanan
dan jihad fi sabilillah, sebagaimana tercermin dalam Resolusi Jihad tahun 1945.
Santri bukan hanya penimba ilmu, tetapi juga
penerus perjuangan ulama. Maka di balik sarung dan peci, harus tumbuh semangat
juang, cinta tanah air, dan loyalitas kepada Islam dan umat.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا
الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ
وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah
Kedua
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ هَدٰىنَا
لِهٰذَاۗ وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَآ اَنْ هَدٰىنَا اللّٰهُ ۚ ، أَشْهَدُ
أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، صَلَاةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ
مُتَلَازِمَيْنِ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الَّذِي بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ هَذِهِ
الْأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِي سَبِيْلِ اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ، وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah,
Setelah 79 tahun Indonesia merdeka, jangan sampai
kita kembali menjadi budak dalam bentuk yang lain. Budak harta, budak jabatan,
budak syahwat, atau budak ideologi Barat. Kemerdekaan dalam Islam bukan sekadar
terbebas dari penjajah asing, melainkan terbebas dari penghambaan kepada selain
Allah.
Kemerdekaan yang sejati adalah kemerdekaan tauhid,
kemerdekaan berpikir dalam bingkai iman, kemerdekaan berkarya dalam ridha
Allah, dan kemerdekaan memperjuangkan kebaikan tanpa takut celaan manusia.
Maka tugas kita adalah menjaga kemerdekaan ini
dengan takwa, menjaga syariat Islam, menegakkan keadilan, serta terus membina
umat menuju kemerdekaan hakiki di dunia dan akhirat.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا ،
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ
سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى
أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ
يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ، وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا
وَكفّر عنّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ
هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا، سَخَّرْ لَهُ وُلَاةً يُحَكِّمُونَ
شَرِيعَتَكَ وَيَخَافُونَكَ فِيهِ. اللَّهُمَّ انْصُرِ الإِسْلَامَ وَأَعِزَّ
الْمُسْلِمِينَ، وَاذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ
الدِّينِ، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
عباد الله، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
والحمد لله رب العالمين.
No comments