Kemerdekaan adalah Amanah: Syukur di Hati, Takwa di Perbuatan
بِسْمِ
اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ
لِلّٰهِ الَّذِي جَعَلَ حُبَّ الْوَطَنِ فِطْرَةً فِي الْقُلُوْبِ، وَشَرَعَ لَنَا
الْحِرْصَ عَلَى عِزَّتِهِ وَكَرَامَتِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا
اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِيَ الْمُقَصِّرَةَ أَوَّلًا بِتَقْوَى اللّٰهِ، فَاتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ
Ma’asyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Bayangkan sejenak… jika azan berkumandang, tapi kita harus
bersembunyi untuk shalat. Jika ingin membaca Al-Qur’an, kita melakukannya di
ruang gelap dengan cahaya remang, takut terdengar penjajah. Jika ingin
berkumpul di masjid, kita harus melewati pos pemeriksaan senjata.
Itulah kenyataan yang masih dialami sebagian saudara kita di
belahan dunia lain. Mereka hidup di bawah penjajahan, penindasan, dan
peperangan. Tidak ada ketenangan ibadah, tidak ada kebebasan berdagang, bahkan
tidur pun dibayangi dentuman bom.
Kita di negeri ini—alhamdulillāh—bisa shalat berjamaah di
masjid dengan aman, mengaji dengan tenang, berdagang dan bekerja tanpa rasa
takut. Semua ini adalah nikmat besar yang bernama kemerdekaan.
Allah ﷻ berfirman:
﴿
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ
كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ ﴾
“Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu memaklumkan: Sesungguhnya
jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat-Ku kepada kalian);
tetapi jika kalian kufur, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Ma’asyiral Muslimīn,
Bersyukur atas kemerdekaan bukan sekadar mengibarkan bendera
atau mengikuti upacara. Syukur yang sejati adalah mengisi kemerdekaan dengan
ketaatan kepada Allah. Jika kemerdekaan diisi dengan kemaksiatan, korupsi,
perpecahan, dan kemalasan, itu berarti kita kufur nikmat—dan Allah sudah
memperingatkan konsekuensinya.
Hari ini, penjajahan fisik mungkin telah berakhir. Namun,
ada bentuk penjajahan lain yang diam-diam menggerogoti: penjajahan pemikiran
dan moral. Budaya hedonis, gaya hidup bebas, serta arus informasi tanpa filter
di media sosial perlahan mengikis iman dan akhlak generasi kita.
Itulah mengapa takwa adalah benteng yang paling kokoh.
Kemerdekaan yang tidak diiringi takwa hanya akan melahirkan kekacauan.
Sebaliknya, kemerdekaan yang dibingkai takwa akan membawa keberkahan bagi
negeri.
Ma’asyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Mari kita rawat kemerdekaan ini dengan dua kunci:
- · Syukur — di hati, di lisan, dan di perbuatan.
- · Takwa — dalam ibadah, dalam muamalah, dan dalam pengabdian kita kepada bangsa.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang pandai
bersyukur, menjaga nikmat kemerdekaan ini, dan mewariskannya kepada generasi
yang lebih baik dari kita.
يَا عِبَادَ
اللّٰهِ، إِنَّ الْوَطَنَ أَمَانَةٌ فِي أَعْنَاقِنَا، وَمَحَبَّتُهُ وَالْعَمَلُ
عَلَى صِيَانَتِهِ مِنَ الدِّينِ، كَمَا فَعَلَ رَسُوْلُ اللّٰهِ ﷺ حِيَالَ
مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ. فَلْنَحْفَظْ أَرْضَنَا وَنَصُونَ حُرْمَتَهَا وَنَكُونَ
جُنُوْدًا لِلْخَيْرِ وَالْإِصْلَاحِ فِيْهَا.
اَللّٰهُمَّ
احْفَظْ بِلَادَنَا مِنْ كُلِّ سُوْءٍ، وَأَدِمْ عَلَيْهَا نِعْمَةَ الْأَمْنِ
وَالْإِيْمَانِ، وَاجْعَلْهَا بَلَدًا طَيِّبًا مُبَارَكًا، وَوَفِّقْ وُلَاةَ
أُمُوْرِنَا لِمَا فِيْهِ صَلَاحُ الْبِلَادِ وَالْعِبَادِ، وَانْصُرْ
إِخْوَانَنَا فِيْ كُلِّ مَكَانٍ.
No comments