Peran Ulama dan Santri dalam Perjuangan Kemerdekaan
(Sebuah Renungan Tentang Jihad Ilmu dan Cinta Tanah Air)
الحَمْدُ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ
سَrيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Jama’ah sekalian yang dimuliakan Allah,
Kemerdekaan
yang kita nikmati hari ini bukanlah hadiah gratis dari penjajah. Ia adalah buah
dari perjuangan, darah, air mata, dan doa panjang para ulama dan santri.
Sejarah Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran sentral ulama dalam
menggerakkan kesadaran umat — bukan hanya untuk merdeka dari belenggu
penjajahan fisik, tapi juga penjajahan intelektual dan spiritual.
Salah satu
tonggak penting dalam sejarah kemerdekaan adalah Resolusi Jihad yang
dikeluarkan oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy‘ari pada 22 Oktober 1945. Dalam
seruannya, beliau menegaskan bahwa membela tanah air dari penjajah adalah
bagian dari kewajiban keimanan dan jihad fi sabilillah. Maka, perlawanan
terhadap penjajahan bukan sekadar nasionalisme, melainkan bagian dari tauhid
dan pembelaan terhadap agama.
مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ
الْعُلْيَا، فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ
"Barang
siapa yang berperang agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi, maka ia berada
di jalan Allah."
(HR.
Bukhārī, no. 2810; Muslim, no. 1904)
Ma’āsyiral
Muslimīn,
KH. Ahmad
Dahlan juga berjuang di medan yang berbeda, yakni jihad melawan kebodohan
melalui pendidikan. Beliau memahami bahwa penjajahan bisa tumbuh subur karena
umat dibiarkan dalam kejumudan dan kebodohan. Maka beliau mendirikan
Muhammadiyah untuk membangkitkan kesadaran berislam yang berilmu dan
berkemajuan.
Begitu pula
Pangeran Diponegoro, ulama sekaligus pemimpin perang Jawa, mengangkat senjata
bukan untuk kekuasaan, tapi untuk menegakkan keadilan dan menolak kezaliman
kolonial. Ia berjuang atas nama Islam, atas nama kebenaran, atas nama harga
diri umat yang diinjak-injak.
Saudaraku,
para jama‘ah rahimakumullāh,
Jika para
ulama dahulu berjuang dengan pedang dan pena, maka santri hari ini harus
meneruskan estafet perjuangan itu dengan ilmu, akhlak, dan loyalitas kepada
umat. Santri bukan hanya penimba ilmu di balik tembok pesantren, tapi juga
benteng terakhir umat di tengah badai zaman.
Santri
sejati bukan hanya mereka yang bisa membaca kitab kuning, tetapi juga yang
memahami tugas sejarahnya: menjadi pelanjut dakwah, pelindung agama, penjaga
moral bangsa, dan penggerak perubahan. Di balik sarung dan peci, harus tumbuh
semangat juang, kecintaan pada negeri, dan kesetiaan kepada Islam dan rakyat.
“Para ulama
kita telah mengajarkan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari keimanan. KH.
Hasyim Asy‘ari bahkan menyatakan bahwa menjaga tanah air adalah bagian dari
kekuatan agama, dan membela negeri adalah kewajiban setiap Muslim.”
قَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ: إِنَّ حِفْظَ الْوَطَنِ
مِنْ مَقَاصِدِ الشَّرِيعَةِ، وَالدِّفَاعُ عَنْهُ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
وَمُسْلِمَةٍ
“Sebagian
ulama menyatakan: menjaga tanah air termasuk tujuan syariat, dan membelanya
adalah kewajiban setiap Muslim laki-laki dan perempuan.”
Ini
merupakan rangkuman semangat perjuangan KH. Hasyim Asy‘ari, terutama
sebagaimana tercermin dalam Resolusi Jihad 1945, yang menetapkan bahwa:
"Membela
tanah air dari penjajah hukumnya fardhu 'ain bagi setiap Muslim yang berada di
wilayah yang terancam."
Ma’āsyiral
Muslimīn yang dirahmati Allah,
Kemerdekaan
tidak boleh membuat kita lengah. Kita tidak boleh menjadi generasi pewaris yang
lupa pada akar perjuangan. Jika dahulu para ulama berjuang dengan nyawa dan
marwah, maka hari ini tugas kita adalah menjaga amanah kemerdekaan dengan
menjaga akidah, akhlak, dan persatuan.
Mari kita
kenang jasa para ulama dan santri bukan hanya di panggung-panggung seremoni,
tetapi dengan menjadi pribadi yang berilmu, beradab, dan berkontribusi untuk
Islam dan bangsa.
Semoga Allah
ﷻ menjadikan kita
hamba-hamba-Nya yang mencintai agama dan negeri ini, mencintai ulama dan
mewarisi semangat juangnya, serta menjadikan generasi santri hari ini sebagai
penjaga agama dan cahaya bagi bangsa.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ.


No comments