Read More

Tiga Dosa yang Sering Diremehkan di Perayaan 17 Agustusan



Setiap kali bulan Agustus tiba, jalanan desa dan kota kita berubah menjadi lautan merah putih. Bendera berkibar di tiap sudut, anak-anak berlari riang, ibu-ibu sibuk menyiapkan kudapan, dan bapak-bapak ikut meramaikan panggung perlombaan. Semua itu adalah wujud rasa syukur atas kemerdekaan yang diperjuangkan dengan darah dan air mata para pahlawan.

Namun, di tengah gegap gempita itu, ada hal yang perlu kita renungkan: Apakah cara kita merayakan kemerdekaan sudah sesuai dengan syariat Allah? Atau justru kita merayakannya dengan cara yang mengundang murka-Nya?

Nikmat kemerdekaan adalah anugerah besar. Tapi sejarah telah mengajarkan bahwa nikmat sebesar apa pun bisa dicabut jika manusia ingkar kepada Allah. Firman-Nya:

ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَىٰ قَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ


“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nikmat yang telah dianugerahkan kepada suatu kaum, sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.”
(QS. Al-Anfāl: 53)

Jangan sampai kemerdekaan yang kita syukuri berubah menjadi alasan Allah mencabut keberkahan, hanya karena kita mengisinya dengan kemaksiatan.

 

Perjudian dalam Balutan Lomba

Pernahkah kita ikut lomba yang hadiahnya berasal dari uang pendaftaran peserta? Semua peserta menyetor uang, dan yang menang membawa pulang hadiah dari uang tersebut. Sekilas terlihat wajar. Namun inilah yang disebut maysir—perjudian yang diharamkan oleh Allah.

Allah berfirman dengan peringatan yang tegas:

إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَـٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَـٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


“Sesungguhnya khamr, judi, berhala, dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah itu agar kamu beruntung.”
(QS. Al-Māidah: 90)

Jika ingin lomba tetap meriah, carilah hadiah dari sponsor atau pihak ketiga, bukan dari uang peserta. Karena lomba yang halal tetap bisa menghibur tanpa melanggar batas Allah.

 

Lomba Lelaki Memakai Pakaian Wanita

Kita sering tertawa melihat bapak-bapak memakai daster, kerudung, atau riasan wajah saat lomba. Tapi tahukah kita, tawa itu bisa berubah menjadi laknat?

Rasulullah bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ


“Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.”
(HR. Abū Dāwūd, no. 4098; hasan)

Laknat berarti dijauhkan dari rahmat Allah. Maka bagaimana mungkin kita mencari hiburan dengan sesuatu yang justru menjauhkan kita dari rahmat-Nya?

 

Panggung Hiburan yang Mengumbar Aurat dan Syahwat

Panggung musik dangdut atau biduan dengan pakaian minim sering menjadi “bintang” di acara 17 Agustusan. Joget yang mengumbar aurat, suara yang memancing syahwat, dan campur baur laki-laki-perempuan (ikhtilāṭ) menjadi pemandangan biasa.

Padahal Rasulullah telah mengingatkan:

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ


“Wanita adalah aurat. Jika ia keluar (tanpa menutupinya), setan akan menghiasinya (untuk menarik perhatian laki-laki).”
(HR. At-Tirmiżī, no. 1173; shahih)

Lebih dari itu, hiburan semacam ini bukan hanya melanggar syariat, tapi juga mengganggu masyarakat—terutama orang tua, bayi, atau orang sakit yang butuh ketenangan.

 

Akhirnya, Pilihan Ada di Tangan Kita

Kita merdeka bukan hanya dari penjajah, tapi juga harus merdeka dari belenggu hawa nafsu dan rayuan setan. Allah berfirman:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَـٰهَهُ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ


“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, lalu Allah membiarkannya sesat padahal dia mengetahui…”
(QS. Al-Jāṡiyah: 23)

Jangan sampai Hari Kemerdekaan justru menjadi hari kemaksiatan. Mari rayakan kemerdekaan dengan cara yang halal, yang mengundang berkah, bukan murka. Lomba tetap bisa seru, panggung tetap bisa hidup, tapi dengan aturan yang menjaga kita tetap dekat dengan Allah .

Karena sejatinya, kemerdekaan yang hakiki adalah ketika hati kita tunduk sepenuhnya kepada Allah, bukan kepada selera dunia.

 

No comments