Hijrah Digital: Menjaga Iman di Era Media Sosial
Download Naskah Khutbah Jum'at
Khutbah Pertama
Pendahuluan
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ
يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
فَإِنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيَ الْمُقَصِّرَةَ أَوَّلًا بِتَقْوَى
اللَّهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ
الْكَرِيْمِ:
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ﴾
وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
« اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا
كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ
بِخُلُقٍ حَسَنٍ »
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah ﷻ dengan sebenar-benarnya takwa, yaitu
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Tema khutbah kali ini adalah tentang Hijrah Digital:
Menjaga Iman di Era Media Sosial. Kita hidup di zaman di mana dunia digital
menguasai hampir seluruh aspek kehidupan. Media sosial telah menjadi ruang
kedua bagi manusia: tempat berbicara, berdiskusi, mengekspresikan diri, bahkan
tempat mencari hiburan. Namun, media sosial ibarat pedang bermata dua:
bisa menjadi jalan pahala yang mengalir, tetapi juga bisa menjerumuskan ke
lembah dosa tanpa disadari.
Oleh sebab itu, seorang Muslim perlu berhijrah
secara digital: berpindah dari penggunaan media sosial yang sia-sia dan
merusak, menuju pemanfaatannya sebagai sarana dakwah, ilmu, silaturahmi, dan
amal kebaikan.
Makna
Hijrah dalam Islam
Jama‘ah rahimakumullāh,
Ketika kita mendengar kata hijrah, yang
terlintas adalah perpindahan kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah. Hijrah
adalah tonggak sejarah Islam, bahkan kalender kita – kalender hijriyah –
diambil dari peristiwa besar ini.
Namun, makna hijrah dalam Islam tidak hanya sebatas perpindahan
fisik dari satu tempat ke tempat lain, melainkan juga perpindahan hati
dan amal dari maksiat menuju taat, dari lalai menuju ingat, dari yang
sia-sia menuju yang bermanfaat.
Allah ﷻ berfirman:
﴿ وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ
مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى
اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى
اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا ﴾
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya dia akan mendapati di muka
bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar
dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian
kematian menimpanya (di tengah jalan), maka sungguh pahalanya telah tetap di
sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. An-Nisā’: 100)
Nabi ﷺ juga menegaskan makna
hijrah yang lebih luas:
اَلْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ
“Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa saja yang dilarang
oleh Allah.”
(HR. al-Bukhārī, no. 10)
Imam Ibn Rajab al-Hanbalī رحمه
الله menjelaskan:
اَلْهِجْرَةُ الْمَطْلُوْبَةُ مَا كَانَتْ فِي سَبِيْلِ اللهِ مِنْ دَارِ
الْكُفْرِ إِلَى دَارِ الْإِسْلَامِ، وَتَدْخُلُ فِيْهَا هِجْرَةُ الْمَعَاصِيْ
وَالذُّنُوْبِ إِلَى الطَّاعَةِ وَالإِيْمَانِ.
“Hijrah yang dituntut adalah hijrah di jalan Allah dari negeri kufur menuju
negeri Islam. Termasuk di dalamnya adalah hijrah dari maksiat dan dosa menuju
ketaatan dan iman.”
(Ibn Rajab, Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Hikam, 1/300)
Maka, di era digital ini, hijrah juga berarti meninggalkan
kebiasaan buruk dalam penggunaan media sosial: meninggalkan maksiat digital,
konten haram, debat kusir, ghibah online, dan berpindah menuju penggunaan media
sosial untuk hal-hal yang diridhai Allah ﷻ.
Dengan kata lain, hijrah digital adalah wujud nyata
dari sabda Nabi ﷺ bahwa muhājir sejati
ialah orang yang meninggalkan larangan Allah – termasuk dalam dunia maya.
Media Sosial: Nikmat atau Fitnah?
Jama‘ah Jum‘at yang dimuliakan
Allah,
Di era digital, lisan kita telah
berpindah menjadi jari-jemari. Apa yang kita tulis, bagikan, atau komentari,
semua tercatat sebagai amal baik atau buruk.
Jika kita berbicara tentang hijrah
digital, maka yang dimaksud bukan sekadar meninggalkan media sosial, tetapi
memanfaatkannya dengan cara yang benar. Hijrah digital berarti berpindah dari
penggunaan media sosial yang sia-sia menuju pemanfaatan yang mendekatkan diri
kepada Allah ﷻ.
Salah satu langkah awalnya adalah
menjaga “lisan digital” kita. Dulu, Rasulullah ﷺ
mengingatkan bahwa banyak orang akan diseret ke neraka karena buah dari
lisannya. Hari ini, lisan kita telah berubah menjadi jari-jemari yang menulis
di layar ponsel. Apa yang kita ketik, bagikan, atau komentari, semuanya
tercatat di sisi Allah ﷻ sebagai amal baik
atau buruk. Imam an-Nawawī rahimahullah berkata,
اَللِّسَانُ سَبَبُ الْهَلَاكِ لِكُلِّ
إِنْسَانٍ، وَمَنْ سَلِمَ لِسَانُهُ فَقَدْ سَلِمَ دِينُهُ.
“Lisan adalah sebab kebinasaan
setiap manusia. Barangsiapa selamat lisannya, maka selamatlah agamanya.”
(an-Nawawī, al-Adhkār, hlm.
292)
Betapa banyak perpecahan,
permusuhan, bahkan fitnah yang terjadi karena satu kalimat yang viral di media
sosial.
Selain itu, seorang Muslim dituntut
bijak dalam mengonsumsi informasi. Allah ﷻ
telah memperingatkan dalam Al-Qur’an agar kita meneliti kabar yang datang,
apalagi jika sumbernya tidak jelas. Maka sebelum mengklik tombol “bagikan”,
tanyakan kepada diri sendiri: apakah informasi ini benar? Apakah bermanfaat?
Ataukah justru membawa mudarat dan dosa?
Hijrah digital juga berarti
meluruskan niat kita di dunia maya. Setiap aktivitas yang dilakukan dengan niat
yang benar akan bernilai ibadah. Nabi ﷺ
bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya.” Maka ketika
menulis status, mengunggah foto, atau membagikan sebuah video, niatkan untuk
menyebarkan kebaikan, menambah ilmu, dan mempererat ukhuwah.
Bentuk hijrah berikutnya adalah
mengganti kebiasaan lama yang melalaikan dengan yang bermanfaat. Jika
sebelumnya kita sering menghabiskan waktu hanya untuk hiburan tanpa nilai, kini
saatnya mengikut akun-akun dakwah, membaca postingan para ulama, atau menghadiri
kajian daring yang menambah keimanan. Dengan begitu, setiap menit yang kita
habiskan di dunia maya menjadi sarana untuk menambah pahala, bukan menumpuk
dosa.
Jama‘ah yang dimuliakan Allah,
Ada sebuah kisah nyata yang mungkin
bisa menjadi pelajaran. Seorang pemuda yang dulunya aktif membuat konten
hiburan di media sosial—konten yang kadang mengandung candaan berlebihan dan
tidak mendidik—suatu hari menghadiri kajian tentang pentingnya menjaga lisan.
Hatinya tersentuh. Ia mulai menghapus konten lama yang tidak bermanfaat,
kemudian beralih membuat konten yang berisi motivasi Islami, cuplikan ceramah
ulama, dan nasihat kebaikan. Dalam beberapa bulan, ribuan orang mulai mengikuti
akunnya, dan banyak yang mengaku mendapatkan hidayah melalui konten tersebut.
Lihatlah bagaimana satu langkah hijrah digital bisa menjadi sebab kebaikan bagi
banyak orang.
Dan yang tak kalah penting, jadikan
media sosial sebagai sarana amar ma‘ruf nahi munkar. Allah ﷻ memerintahkan agar ada di antara kita yang mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran. Di era digital, tugas ini bisa dilakukan
dengan menulis kebaikan, mengingatkan dengan kata-kata lembut, atau menegur
dengan cara yang bijak.
Dengan cara inilah hijrah digital
benar-benar menjadi nyata: berpindah dari keburukan menuju kebaikan, dari
kelalaian menuju kesadaran, dari dosa menuju pahala.
Dampak Positif Hijrah Digital
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Hijrah digital bukan sekadar slogan
yang manis di telinga. Ia adalah langkah nyata yang akan membawa perubahan
dalam kehidupan seorang Muslim, baik secara pribadi maupun sosial. Hijrah
digital berarti membersihkan hati, memperbaiki niat, dan mengarahkan penggunaan
media sosial agar menjadi sarana ibadah, bukan sumber dosa.
Salah satu tantangan terbesar di
dunia maya adalah penyakit hati, seperti riya’ dan hasad. Banyak orang tanpa
sadar memamerkan kehidupannya hanya untuk mendapatkan pujian, sementara yang
lain merasa cemburu melihat apa yang dimiliki saudaranya. Nabi ﷺ telah memperingatkan,
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ، فَإِنَّ
الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
“Jauhilah hasad, karena
sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.”
(HR. Abū Dāwūd, no. 4903).
Maka hijrah digital mengajarkan
kita untuk lebih selektif, tidak mudah memamerkan sesuatu yang dapat
menimbulkan riya’, dan menahan diri dari iri terhadap apa yang ditampilkan
orang lain.
Lebih dari itu, hijrah digital
membuka peluang pahala jariyah. Satu ayat yang kita bagikan, satu nasihat yang
kita tulis, bahkan satu kata yang menginspirasi bisa menjadi sebab hidayah bagi
orang lain. Imam Ibn al-Qayyim rahimahullah
pernah mengatakan bahwa seorang hamba bisa mendapatkan pahala dari doa orang
lain dan amal mereka yang terinspirasi dari ucapannya.
Bayangkan, satu postingan kebaikan
yang kita buat hari ini mungkin akan terus dibaca dan diamalkan orang bahkan
setelah kita tiada, menjadi tabungan amal yang tak pernah putus.
Jejak digital kita pun akan menjadi
saksi di hadapan Allah ﷻ. Allah berfirman:
﴿ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ
إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ ﴾
“Tiada suatu ucapan pun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
(QS. Qāf: 18)
Karena itu, berhijrah digital
berarti memastikan setiap kata, gambar, dan video yang kita tinggalkan di dunia
maya adalah kebaikan yang kelak akan membela kita, bukan memberatkan timbangan
dosa.
Jika semakin banyak kaum Muslimin
yang berhijrah digital, media sosial akan dipenuhi dengan konten-konten yang
menyejukkan, mengajarkan ilmu, dan mengingatkan kepada Allah. Dunia maya akan
berubah menjadi ladang dakwah yang menjaga umat dari derasnya arus fitnah dan
kemaksiatan.
Hijrah digital adalah perjalanan
panjang. Ia dimulai dari hati, lalu diwujudkan dengan niat yang benar, dan
dijaga dengan disiplin diri setiap kali jari-jemari kita menekan layar. Semoga
Allah ﷻ menolong kita
menjadikan dunia maya sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya, bukan
sebaliknya.
Teladan Ulama & Da’i Kontemporer
Ma‘āsyiral Muslimīn
rahimakumullāh,
Hijrah digital bukanlah sesuatu yang asing bagi
seorang Muslim. Sejak dulu, para ulama telah memberi teladan tentang bagaimana
memanfaatkan sarana yang ada untuk menyebarkan kebaikan. Mereka memahami bahwa
setiap zaman memiliki “mimbar” dan “pena”-nya sendiri. Jika di masa lalu para
ulama menulis kitab, mengirim risalah, dan menyebarkan surat-surat nasihat
untuk menyampaikan ilmu, maka di era ini media sosial adalah pena dan mimbar
kita.
Imam ash-Syāfi‘ī rahimahullah pernah
berkata,
مَنْ
تَكَلَّمَ فِي غَيْرِ فَنِّهِ أَتَى بِالْعَجَائِبِ.
“Barangsiapa berbicara bukan pada bidangnya, maka
ia akan mendatangkan hal-hal yang aneh.” (al-Bayhaqī, Manāqib ash-Syafi‘ī, jilid
1/ hal. 182).
Perkataan ini terasa begitu relevan di zaman kita.
Betapa banyak komentar dan opini di media sosial yang justru menimbulkan
kekacauan karena ditulis tanpa ilmu. Begitu pula peringatan Imam al-Ghazālī rahimahullah
yang berkata,
اَلْكَلَامُ
كَالسَّهْمِ، إِذَا خَرَجَ لَا يَعُوْدُ.
“Ucapan itu ibarat anak panah, jika sudah terlepas
maka tidak akan kembali.” (al-Ghazālī, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn, jilid 3/hal. 121).
Kalimat ini kini berlaku bukan hanya untuk ucapan,
tetapi juga status, komentar, dan postingan kita di dunia maya: sekali terbit,
ia akan terus beredar, bahkan mungkin disimpan selamanya.
Ulama kontemporer pun memberi teladan yang sama.
Mereka sadar bahwa umat hari ini banyak menghabiskan waktu di dunia digital,
maka dakwah harus hadir di sana. Syaikh Ṣāliḥ al-Fauzān hafizhahullah
menasihati, “Wajib bagi para da’i untuk menggunakan segala sarana penyampaian
yang mubah, karena musuh-musuh Islam menggunakannya untuk kebatilan mereka.
Maka bagaimana mungkin kita tidak menggunakannya untuk kebenaran kita?”
(al-Fauzān, al-Muntaqā min Fatāwā al-Fauzān, 2/312).
Dengan demikian, gadget dan media sosial yang kita
pegang hari ini tidak lain adalah “pena” yang Allah titipkan kepada kita. Jika
ia digunakan untuk menyebarkan ilmu, kebaikan, dan nasihat, maka ia menjadi
warisan pahala. Tetapi jika ia digunakan untuk maksiat, mencela, atau menyebar
keburukan, maka ia menjadi warisan dosa yang terus menumpuk.
Hijrah digital berarti melanjutkan warisan dakwah
para ulama dengan memanfaatkan sarana yang ada untuk menolong agama Allah. Maka
mari kita pastikan bahwa setiap ketikan jari kita, setiap postingan, dan setiap
jejak digital yang kita tinggalkan menjadi saksi kebaikan di hadapan Allah pada
hari kiamat kelak.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ
تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا
فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Khutbah Kedua
اَلْـحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَحْسَنَ إِلَيْنَا
بِكِتَابِهِ وَسُنَّةِ نَبِيِّهِ، وَجَعَلَ لَنَا فِي رَسُوْلِهِ أُسْوَةً
حَسَنَةً، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Penutup
& Doa
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Dari apa yang telah kita bahas sejak
awal, semakin jelas bahwa hijrah di era digital adalah sebuah kebutuhan, bukan
pilihan. Hijrah bukan sekadar berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi
berpindah dari keburukan menuju kebaikan. Termasuk di dalamnya berpindah dari
penggunaan media sosial yang sia-sia, yang menggerus iman dan waktu, menuju
pemanfaatannya sebagai ladang pahala, dakwah, dan penyebaran ilmu.
Mari kita jaga iman kita di dunia maya
sebagaimana kita menjaganya di dunia nyata. Kendalikan jari-jemari agar tidak
menulis keburukan. Saring setiap informasi sebelum dibagikan, agar kita tidak
menjadi penyebab tersebarnya hoaks dan fitnah. Luruskan niat kita sehingga
setiap aktivitas digital bernilai ibadah. Jadikan media sosial sebagai sarana
menyebarkan ilmu, menebar kebaikan, dan mengajak manusia kepada jalan Allah.
Ingatlah, setiap postingan, komentar,
dan pesan yang kita tulis akan menjadi jejak digital yang tidak bisa dihapus
dari catatan amal. Semua itu kelak akan menjadi saksi di hadapan Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ
bersabda:
أَفْضَلُ الْهِجْرَةِ أَنْ تَهْجُرَ مَا كَرِهَ
رَبُّكَ عَزَّ وَجَلَّ
“Hijrah yang paling utama adalah
engkau meninggalkan apa yang dibenci oleh Rabbmu ‘Azza wa Jalla.”
(HR. Ahmad, no. 23408; dinilai hasan
oleh al-Albānī)
Maka, berhijrahlah sekarang, sebelum
ajal menjemput kita. Jadikan dunia digital sebagai saksi kebaikan kita, bukan
saksi keburukan. Semoga Allah ﷻ menolong kita semua
untuk mampu berhijrah di jalan-Nya, baik secara lahir maupun batin, baik di
dunia nyata maupun di dunia maya. Āmīn.
فَيَاأَيُّهَا
النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى
النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا.
اَللّٰهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا
اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ
اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ
تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ،
الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ.
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْنَا مِمَّنْ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ، وَثَبِّتْ
قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ، وَنَجِّنَا مِنْ فِتَنِ الدُّنْيَا وَفِتَنِ
الدِّجْتَالِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ.
اَللَّهُمَّ
بَارِكْ لَنَا فِي أَوْقَاتِنَا وَأَعْمَالِنَا، وَاجْعَلْ مَوَاقِعَنَا
وَأَقْلَامَنَا وَأَجْهِزَتَنَا سَبَبًا فِي نُصْرَةِ دِيْنِكَ وَرِضَاكَ.
رَبَّنَا
تَقَبَّلْ مِنَّا، إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا،
إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.
وَصَلَّى
اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ،
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
No comments